Tutorial DasarSIAP Wacana

Artikel Kategori // Opini & Ide

Beranda / Opini & Ide / Bagaimana kita seharusnya Memandang Pendidikan?
Bagaimana kita seharusnya Memandang Pendidikan?
1 Komentar | Dibaca 2005 kali

”Hanya orang tak berpengetahuan yang memandang hina pendidikan.”—Publilius Syrus, Moral Sayings, abad pertama SM.
Pencipta kita, Allah pengetahuan, ingin agar para penyembah-Nya menjadi orang-orang yang terdidik. Namun, beberapa orang mungkin bertanya. Misalnya, banyak orang di dunia ini tanpa pendidikan tinggi bisa sukses secara materi, jadi, apakah kita tidak usah berpendidikan tinggi? Kalaulah kita melihat, ada orang-orang yang berpendidikan tinggi bisa juga sukses, Seberapa jauhkah hendaknya kita menempuh pendidikan? Apakah pendidikan minimal yang diwajibkan oleh hukum sudah cukup, atau apakah pendidikan tambahan perlu ditempuh?
Dalam benak kita bisa jadi, Pendidikan adalah suatu proses mendapatkan ilmu pengetahuan yang berguna; mencakup pelajaran praktis untuk memenuhi kebutuhan materi keluarga suatu saat nanti. Ada juga yang berpikir mengenyam pendidikan yang lebih tinggi seperti untuk meraih gelar atau cita-cita sebagai Dokter/Spesialis. Selain itu, di dalam masyarakat pada umumnya, dianggap suatu kebanggaan bagi orang-orang muda untuk mempelajari suatu keterampilan, bahkan sekalipun mereka akan menempuh pendidikan yang lebih tinggi nantinya.
lalu, bagaiman harusnya pandangan kita tehadap pendidikan? Cermatlah pertimbangkan masalahnya. Beberapa orang mendapati bahwa menempuh pendidikan tambahan, entah dalam bentuk pelajaran akademis maupun kejuruan, telah membantu mereka memenuhi kebutuhan materi keluarga mereka. Memelihara keluarga adalah sesuatu yang patut, karena ’menyediakan kebutuhan bagi anggota rumah tangga’ merupakan tugas mulia. Memperoleh keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan hal ini adalah soal hikmat yang praktis.
Akan tetapi, orang-orang yang merasa perlu memperoleh lebih daripada pendidikan dasar untuk memenuhi tujuan ini hendaklah mempertimbangkan untung-ruginya. Keuntungan yang mungkin didapat antara lain bekal untuk memperoleh pekerjaan yang memungkinkan seseorang menafkahi diri dan keluarganya dengan memadai. Selain itu, boleh jadi suatu saat nanti ia dapat membantu orang-orang lain secara materi.
Apa saja kemungkinan kerugiannya? Ini boleh jadi antara lain membuka diri terhadap pengajaran yang mengikis iman anak-anak kita seperti pergaulan bebas, penggunaan narkoba, kecanduan game online dan lainnya. Oleh sebab itu sangatlah bijak mengingatkan anak-anak kita (juga orang tua) untuk sangat waspada terhadap ”apa yang secara salah disebut ’pengetahuan’ ” serta ”filsafat dan tipu daya yang kosong sesuai dengan tradisi manusia”. Tidak dapat disangkal lagi, membuka diri terhadap bentuk pendidikan tertentu dapat merusak iman kita. Orang-orang yang mempertimbangkan pelatihan atau studi tambahan hendaknya menyadari risiko dari pengaruh yang membahayakan seperti itu.

Sebagai orang-orang yang bijak dewasa ini berhati-hati untuk tidak menyerah pada pengaruh yang tidak sehat di dalam lingkungan mana pun kita berada. Bahaya lain yang bisa muncul dalam menempuh pendidikan tambahan adalah bahwa pengetahuan membuat orang besar kepala, atau mengembangkan kesombongan. Banyak orang mencari pengetahuan melalui pendidikan untuk alasan-alasan yang mementingkan diri, dan bahkan pengejaran pengetahuan dengan motif yang tepat pun bisa menghasilkan perasaan lebih unggul dan congkak. Sikap-sikap demikian bisa membuat Pencipta kita tidak senang. Banyak orang-orang yang merasa memiliki pendidikan tinggi menyombongkan diri karena pengetahuan mereka yang luas, memandang rendah kaum awam, yang kurang terpelajar, memandang mereka sebagai orang yang tak berpengetahuan, hina, bahkan terkutuk. Selain itu, mereka mencintai uang. Contoh mereka memperlihatkan bahwa bila pendidikan ditempuh untuk motivasi yang salah, ini dapat menjadikan seseorang sombong atau menjadikannya seorang pencinta uang. Oleh karena itu, dalam menentukan jenis dan seberapa banyak pendidikan yang ditempuh, orang tua dan seorang anak sebaiknya menanyakan kepada diri sendiri: ’Apa motivasi saya?’
memang ini soal Pilihan Pribadi. Di bawah bimbingan orang-tua, kaum muda yang telah menyelesaikan pendidikan wajib mungkin memilih untuk menempuh pendidikan sekuler tambahan. Demikian pula, orang-orang dewasa yang berminat mengembangkan keterampilannya dalam mencari nafkah bagi keluarganya mungkin memandang pendidikan tambahan demikian sebagai sarana praktis untuk mencapai hal itu. Beberapa aspek pendidikan akademis tradisional menekankan pengembangan kapasitas intelektual secara umum sebaliknya daripada keterampilan profesional atau kejuruan. Oleh karena itu, seseorang mungkin mendapati bahwa sekalipun telah menginvestasikan banyak waktu dalam memperoleh pendidikan semacam itu, ia tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan pasar. Untuk alasan ini, beberapa orang memilih untuk menempuh pendidikan dalam program kejuruan atau sekolah teknik, mengingat ini lebih memudahkan untuk memenuhi kebutuhan aktual pasar tenaga kerja.
Bagaimanapun juga, keputusan demikian bersifat pribadi. Orang lain hendaklah tidak mengkritik atau menghakimi satu sama lain mengenai perkara ini.  ”Siapakah engkau sehingga menghakimi sesamamu?” Jika seorang mempertimbangkan untuk menempuh pendidikan tambahan, ia sebaiknya memeriksa motivasinya sendiri untuk memastikan bahwa minat yang mementingkan diri dan materialistis bukan daya penggeraknya.
Jadi saya menganjurkan pandangan yang seimbang mengenai pendidikan. Sebagai orang-tua dan guru, saya menyadari nilai pendidikan rohani yang jauh lebih unggul, dan akan berupaya memberikan nasihat yang seimbang kepada anak-anak sehubungan dengan pendidikan tambahan. Dengan bersikap realistis tentang kehidupan, mereka mengakui nilai pendidikan sekuler dalam memperoleh keterampilan yang dibutuhkan bagi anak-anak mereka yang telah dewasa untuk menafkahi diri dan keluarga mereka kelak. Oleh karena itu, dalam menentukan apakah pendidikan tambahan perlu ditempuh, dan sampai sejauh mana, setiap orang dapat membuat keputusan pribadi yang logis…

semoga bermanfaat…

Harap tunggu, laporan sedang dalam proses submit....

Hanya satu komentar pada "Bagaimana kita seharusnya Memandang Pendidikan?"

  1. HIDAYATI

     |
    April 9, 2014 at 3:13 pm

    artikel yang menarik, supaya lebih menarik gunakan “set featured images” letaknya di kolom samping kanan ketika memasukkan artikel. kemarin saya juga disarankan sama mas robert davis chaniago… selamat mencoba ya

Anda harus login untuk berkomentar. Login Sekarang

Penulis Lainnya

RINALDI PUTRA

Penulis ini masih malu-malu menuliskan sedikit tentang Biografinya
Daftar Artikel Terkait :  1
Layanan ini diselenggarakan oleh PT. TELKOM INDONESIA untuk dunia pendidikan di Indonesia.
Mari kita majukan bangsa Indonesia, melalui pemanfaatan Teknologi Informasi yang tepat guna
pada dunia pendidikan Indonesia.
Sistem Informasi Aplikasi Pendidikan
versi 2.0