Artikel Kategori // Informasi Umum
Door Douisternis tut Licht merupakan judul buku R.A. Kartini yang diterjemahkan ke bahasa Belanda yang berarti “Habis Gelap, Terbitlah Terang”. Buku itu berisi antologi surat-surat R.A. Kartini semasa hidupnya yang ditujukan kepada sahabat penanya di Nedherland dan Eropa. Surat-surat tersebut dihimpun oleh sahabatnya Mr.J.H. Abendanon seorang Direktur Pengajaran dan Kerajinan di tanah Hindia Belanda pada tahun 1911, sekaligus rekanan Ayahandanya Bupati Jepara R.M. Adipati Ario Sosroningrat yang sangat disegani oleh rakyat pri-bumi khususnya di tanah Jepara.
Sebenarnya apakah makna dibalik judul tersebut???
Secara garis besar, buku tersebut memberikan petunjuk, bimbingan, serta informasi segala sesuatu secara detail tentang perjalanan hidup Beliau serta segala hal yang dirasakan waktu itu. Mulai dari gejolak sosial tanah pribumi, deskriminasi perempuan, keluarga, sahabat, dan cita-citanya untuk meneruskan pendidikan ke negeri Eropa. Buku itu mengalami pergeseran sudut pandang seiring para penerjemah yang mengadabtasi dengan lingkungan sosial. Secara harfiah, terjemahan judul buku yang dipergunakan J.H. Abendanon sebenarnya dikutip dari syair Jawa yang dulu pernah disunting Kartini yang berbunyi,
“Habis malam terbitlah terang, Habis badai datanglah damai, Habis juang sampailah menang, Habis duka tibalah suka”.
Di sisi lain, faktor keadaan spiritual Kartini masa itu juga sangat terguncang, karena baginya agama islam itu sangatlah suci untuk dipahami. Sejak dari nenek moyangnya telah menganut agama islam. Coba perhatikan kutipan surat ini,
“…di sini orang diajari membaca al-quran, tapi tidak mengerti apa yang dibacanya, saya menganggap hal itu pekerjaan gila; mengajari orang membaca tanpa mengajarkan makna yang dibacanya” (surat kepada Nona E.H. Zehandelaar, 6 Novemper 1899).
Sejarah dalam buku tersebut menerangkan bahwa suatu ketika, Kartini pernah mengaji kepada Haji Saleh salah satu pemuka agama sedang membacakan ayat suci al-quran. Kartini kagum dan terbawa keagungannya dalam satu ayat al-quran surat Al-Baqara ayat 257 yang berbunyi “minadzulumati illa nur” yang berarti “dari gelap menuju terang” hal tersebut bukan sakadar persepsi yang tidak logis, melainkan korelasi yang relevan dengan syair lagu Jawa yang dikutip Kartini dengan inspirasi dari ayat suci tersebut. Dalam buku itu, J.H Abendanon selalu mendengar kata-kata atau kalimat serupa yang selalu muncul dalam surat-suratnya, hingga merujuk pada terjemahan dengan Bahasa Belanda yang pertama kali dipergunakan J.H. Abendanon untuk memberikan judul buku itu..
Cetakan pertama yang dihimpun oleh J.H. Abendanon pada tahun 1911, memuat 105 pucuk surat Kartini yang berupa; surat, catatan harian, sajak-sajak, dan nota tentang pendidikan dan pengajaran yang menjadi salah satu cita-cita beliau dalam mendidik rakyat pri-bumi untuk membebaskan kaum perempuan dari deskriminasi adat Jawa pada saat itu. Mencermati hal tersebut, jelas Kartini merupakan pengarang pri-bumi yang kritisi dalam menuangkan segala uneg-uneg-nya. Pengarang yang mampu mengadopsi keadaan ke dalam goresan-goresan pena yang melahirkan pelopor kebangkitan perempuan tanah Jawa pada saat itu.
J.H. Abendanon meneruskan sampai cetakan atau edisi ke-empat buku tersebut. Hingga dunia luar tertarik dan menerjemahkannya dalam beberapa bahasa dalam waktu mulai tahun 1914, antara lain; bahasa Arab, bahasa Perancis, Bahasa Rusia, Bahasa Tionghoa, serta bahasa Spanyol pada kurun waktu tahun 20-an. Sudut pandang tersebut pun jelas mengalami pergeseran, karena bagaimana pun sebagus-bagusnya terjemahan seorang penyair atau pengarang, memang tidak sebagus karya aslinya. Buku Kartini di mata dunia telah menjadi terjemahan yang sangat luar biasa, menginspirasikan dalam berbagai hal, mulai dari hal sederhana sampai hal terbesar dalam kehidupan. Selanjutnya, seiring perubahan memasuki abad modern tahun 20-an banyak sastrawan tanah air yang tertarik dan menerjemahkan buku Kartini. Babak sastrawan pujangga baru pun dimulai. Mulai tahun 1922 buku tersebut mengalami beberapa cetakan kembali ke dalam bahasa melayu oleh empat bersaudara salah satunya adalah Armijn Pane pelopor sastrawan Pujangga Baru. Tahun 1938 diterbitkan kembali dengan format dan versi berbeda. Dalam cetakan tersebut hanya berisi 87 pucuk surat dan cukup banyak surat yang tidak termuat, dengan alasan karena banyak kemiripan dari beberapa surat Kartini, selain itu agar buku tersebut menjadi roman kehidupan perempuan. Hingga sampai pada masa sekarang, sosok Pramudya Ananta Toer juga mengadobsi buku Kartini berjudul “Panggil Aku Kartini Saja” ke dalam pembahasan-pembahasan yang lebih ringan untuk dipahami. Berisi kutipan-kutipan surat Kartini yang dijelaskan secara detail dengan korelasi kondisi sosial masa itu.
kartinisologalery.blogdetik.com
-TOAT KURNIAWAN-
Related articles across the web
Artikel Terkait
Anda harus login untuk berkomentar. Login Sekarang
Penulis Lainnya

ABDULLAH FAQIH
Biasa aja, Ngak terlalu ganteng,, Heheheheheh- CHAIRUL TANJUNG: FROM ZERO TO HERO 27 May 2015 - 11:45
- Penanaman Nilai Politik bagi Pemilih Pemula 27 May 2015 - 11:38
- Pentingnya Pendidikan Politik bagi Pemula 27 May 2015 - 11:33
Komentar Terbaru
- Etos Kerja Guru PNS yang Buruk 10 Tahun yang lalu
- Cetak Kartu Digital NUPTK/PegID 9 Tahun yang lalu
- Bangga memiliki email user@madrasah.id 8 Tahun yang lalu
- Syarat Mengikuti Verval Inpassing 8 Tahun yang lalu
- KITAB SIAP PADAMU NEGERI v1.0 9 Tahun yang lalu
Kategori
- Lain-Lain (984)
- Pendidikan (446)
- Informasi Umum (360)
- Opini & Ide (218)
- Tips & Trik (192)
- Teknologi (94)
- Internet & Media Sosial (83)
Kaitan Populer