Artikel Kategori // Lain-Lain
Hari yang indah,mentari bangun dan langsung menyapaku dengan harapan-harapan indahnya.Akupun menyambut datangnya pagi dengan puji syukur dan doa kepada Sang Maha Kuasa yang masih memberiku hari sebagai kesempatan untuk mencari bekal hidup di alam sana yang kini telah terbayang di depan mata.Hari ini adalah hari Minggu,hari istrahat atau refresing bagi para pegawai.Mereka memanfaat hari libur ini dengan mengunjungi tempat hiburan yang sesuai dengan rekomendasi dompek.Aku sekeluargapun tidak melewatkan pesona hari Minggu yang hanya sekali terjadi dalam seminggu,kuajak keluargaku pergi melancong.
Kapal pesiar yang akan menemaniku melancong bersama keluarga telah bersandar di pelabuhan sejak tadi malam.Kapal mewah milik seorang pengusaha kaya di kampungku akan membawaku ke negeri impian.FasIlitasnya lengkap dan siap memanjakan istri dan anak-anakku yang sejak kecil telah bercita-cita melanglang buana dengan kapal pesiar.Walau tidak semewah dengan kapal Van Der Wijck,namun kapal pesiar buatan bangsaku ini telah mampu memenuhi impian masyarakat selevelku.
Sejalan dengan perjalanan waktu menuju ke angka 10 pada jam tanganku,kapal pesiarpun meninggalkan Pelabuhan Bungeng kebanggaan daerahku,satu persatu perahu nelayan kulewati.Nakhoda terus mengarahkan kapal ke tempat yang disebutnya sebagai negeri impian dan kapalpun terus melaju ke arah yang telah diagendakan.Semakin jauh semakin indah suasana.Anak-anakku nampak bahagia menikmati liburannya di atas kapal pesiar.Istrikupun tidak sanggup menyembunyikan kebahagiaannya,”Pak,selama hidupku baru kali ini aku merasakan betapa indahnya hidup di atas kapal pesiar,kalau bisa acara seperti ini kita lakukan sekali setahun”,ungkapnya.”Apapun bisa demi kebahagiaan keluargaku yang tercinta,asalkan uang belanjamu setiap bulan kau tabung untuk membeli tiket”,balasku.”Kalau dapatki raccik-raccik di sekolahta itu saja yang kita tabung”,usulnya.”Ya berdoa saja agar bukan saja uang raccik-raccik yang kita dapat tetapi uang yang mengalir”,jawabku sedikit bercanda”dimana ada uang raccik-raccik kalau bukan uang akal-akalan”,batinku.
Aku bersama istriku menikmati pemandangan laut yang begitu mempesona,nampak ikan-ikan dari berbagai jenis dan ukuran datang menyapaku dan menggodaku untuk turun mengejarnya.Sepertinya mereka tahu bahwa aku paling doyang makan kepala ikan.Tergiur dengan ikan-ikan yang berkejaran dan kuingin menyantapnya,maka kuajak istri menuju ke restoran yang tersedia di kapal pesiar.Segala macam ikan ada di restoran ini dan kita tinggal memilih dimasakkan atau kita sendiri yang masak,tapi sesuai hobbi maka kami memilih memasak sendiri.
Apa yang terjadi beberapa menit kemudian,saat kami memasak ikan tiba-tiba kapal menjadi oleng,dan terdengar perintah nakhoda agar seluruh penumpang tenang dan waspada karena kapal mengalami kebocoran sehingga kemasukan air.”Mengapa bisa terjadi”,tanyaku pada awak kapal.”Biasa Pak,kesalahan teknik dalam perawatan kapal”,jawabnya.”Sabarlah Bu,Sabarlah Nak,insya Allah kita pasti selamat”,ujarku pada keluargaku yang nampak panik.Kusaksikan perlahan-lahan air terus naik memenuhi kapal,kamipun berusaha menghindahi air dengan beranjak ke tempat tidur,namun air terus memburu kami dan kapalpun semakin goyang,kulihat penumpang lainnya telah tiada,kemana semua ?.”Toloooong…. tooloooong !!!” dengan sekuat tenaga kami meminta pertolongan.”Toloooonng… Tolooonnng”.Tiba-tiba kudengar suara istriku membangunkaku,”Bangun Pak,air telah naik,kasur kita telah basah”,ujarnya.Barulah aku tersadar bahwa kisah di atas kapal pesiar itu hanyalah di dalam mimpi yang mengangtarku ke dunia nyata bahwa benar-benar kami harus berjuang melawan air.Sungai yang ada di belakang rumahku kembali meluap setelah kampungku diguyur hujan selama seminggu.Setiap tahun dua kali banjir datang menyapa masyarakat kampungku termasuk kami yang ikut kerepotan,yaitu pada Bulan Januari dan pada Bulan Juni.Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencegah datangnya banjir namun banjir tetap saja datang bahkan debit air dan sampahnya lebih merepotkan dari tahun-tahun sebelumnya.
“Ayo selamatkan cepat barang-barang”,printahku.Warga sibuk menyelamatakan hartanya dari amukan banjir sehingga tidak ada yang bisa menolong satu sama lainnya.Cukup repot bagi keluargaku yang berumah semi permanen.Istri yang baru melahirkan dan mertua yang sudah tua sedangkan kekuatan fisikku terbatas.Tumpukan gabah digudang sudah pasti telah tergenang air,ayam dan itik di kandang sudah pasti telah tergenang pula,pakaian dalam lemari sudah pasti basah.Istri dan mertua yang sudah tua harus mengungsi ke rumah panggung tetangga ,sedangkan aku harus menyelamatkan barang yang bisa kuselamatku.Hanya satu yang harus kuselamatkan yaitu tas yang berisi surat-surat berharga,ijazah dan Sk-Skku.”Kalau gabah,pakaian atau ternak itu semua gampang diganti,tetapi yang ada di dalam tas ini yang susah diganti”,batinku.Banjir kali ini sangat merepotkanku karena datangnya saat warga sedang tidur.Banjir terjadi saat air kiriman dari utara datang ketika air laut sedang pasang,sehingga tidak ada tempat pelarian air kecuali berkeliling mengganggu warga.
Banjir bukan hanya saat kedatangannya membuatku susah,tetapi yang cukup merepotkan adalah ketika banjir itu telah pergi meninggalkanku dan menyimpan lumpur untukku sebagai pekerjaan rumah.Senin pagi banjir telah telah pergi tanpa pamit sebagaimana datangnya tanpa pamit.Sebuah problem bagiku karena aku telah berjanji pada siswaku untuk memberi ulangan harian sedangkan yang tak kala penting hari ini adalah membersihkan lantai dan dinding dari lapisan lumpur.Bagaimana bisa meminta bantuan tetangga untuk membersihkan rumahku,sedangkan mereka sejak pagi telah meninggalkan rumahnya pergi menyaksikan sawahnya yang telah tergenang air.Kasihan para petani padinya yang hampir panen kini telah tergenang.Pasti gagal panen lagi.
Cuaca yang masih ekstrem membuatku ragu pergi ke sekolah,karena jalanan yang harus kulewati masih tergenang air,apalagi jalanan itu penuh dengan kubangan,salah sedikit kita tergelincir dan harus puas mencium lumpur.”Pak Jasman,tolong masuk dulu di kelas VIII.a,beri mereka tugas dan tolong panggilkan siswa laki-laki ke rumah untuk membersihkan lumpur yang di bawah banjir”,pintaku Pada Pak Jasman,staf TU melalui seluler.”Banjirki lagi rumahta,Pak?”,tanyanya.”Iya tadi malam”,jawabku.”Iya Pak nanti saya kirim anak-anak ke rumahta”,balas Pak Jasman.Tidak lama kemudian,beberapa siswaku datang berboncengan.Mereka tanpa kenal lelah membantuku membersihkan rumahku.”Barusan banjir ini,Pak ?’,tanya Bagas,”Tidak,setiap tahun kampung ini selalu kebanjiran”,jawabku.”Bagusnya kalau pondasi rumah ditinggikan agar banjir tidak masuk lagi”,kata Emil.Betul juga kata Emil seharusnya aku belajar dari banjir tahun lalu dengan menaikkan pondasi rumah.
“Pak,banjir kita ini masih kecil dibanding dengan banjir yang menerjang Jakarta yang tingginya sampai tiga meter”,kata Bagas,”Darimana kau tau,memangnya tadi malam kau ke Jakarta ?”,tanya Emil agak mengejek.”Tidak ke Jakarta tetapi menonton berita di TV,makanya jangan ketinggalan berita”,balas Bagas.”Berbagai upaya yang telah dilakukan di Jakarta untuk mencegah banjir,ada lagi yang disebut modifikasi cuaca,namun banjir masih tetap datang menyapa dan malah semakin besar padahal biaya modifikasi cuaca itu sangat besar”,cerita Bagas.”Apa dibilang modifikasi cuaca,Bagas ?, tanya Akbar.”Anu bede’ mencegah turunnya hujan di Jakarta,caranya awan ditaburi garam sehingga hujan jatuh di tempat lain”,jawab Bagas.”Kalo begitu bagus dong kalau Jakarta selalu banjir,tentu dibutuhkan banyak garam mencegahnya,bisa-bisa garam-garam di Jeneponto laris di kirim ke Jakarta”,sambung Akbar.
Sambil membersihkan lumpur kiriman banjir,kami mengikuti obrolan di TV Two tentang upaya mengatasi banjir menurut beberapa pakar,antara lain yang menarik perhatian kami adalah mengatasi banjir dengan pendekatan agama,sebagamana yang dikemukakan oleh Pak kyai,”Banjir itu adalah musibah,dan musibah yang terjadi di atas bumi ini sebagaimana yang dikatakan Allah dalam al Quran ada hubungannya dengan kemaksiatan yang dilakukan manusia,segala kerusakan yang terjadi itu adalah akibat tangan manusia.Manusia yang menjahili alam dengan menebang pohon seenaknya,manusialah yang manjadikan alam ini sebagai tempat berbuat maksiat sampai alam menjadi kotor,akibatnya alam menjadi marah dan tidak mau lagi bersahabat dengan manusia”,kata Pak Kyai Rahmat.
”Kemaksiatan telah menyebar di atas bumi,di kota sampai ke desa,oleh rakyat maupun para pejabat pemerintahan,bahkan sebahagian umat yang mengaku ulamapun tidak mau ketinggalan untuk berbuat maksiat”,tambahnya.”Jadi,bagaimana solusinya untuk mengatasi banjir”,tanya Bang Two.”Solusinya adalah diadakan taubat bersama mulai dari tingkat nasional sampai ke tingkat rumah tangga,pemerintah hendaknya meninjau ulang kebijakan menghalalkan perbuatan yang diharamkan Allah,antara lain lokalisasi prostitusi atau lokalisasi perjudian dan termasuk yang terselubung.Pemerintah hendaknya membantu para ulama dalam mengatasi semakin maraknya kemaksiatan di negeri ini,bukan malah membatasi ruang gerak mereka”,jawab kyai Rahmat.”Pemerintah tentu berfikir untuk mengambil tindakan kepada usaha-usaha yang mengembangkan kemaksiatan karena mereka taat membayar pajak”,sambung Pak Kirno seorang pengamat prostitusi.”Di sinilah letak kendalanya untuk membersihkan negeri ini dari sampah-sampah manusia,karena tidak ada komitmen bersama,pihak satu giat memberantas sedangkan pihak lainnya giat mempertahankannya”,Sambung Kyai Rahmat.
”Jadi bagaiman solusi yang tepat dalam mengatasi banjir di negeri ini ?”,Bang Two lagi bertanya.”Tidak ada solusi yang tepat selain dari bertaubat dan kita kembali menjalin persahabatan dengan alam,karena begitulah hukumnya bahwa semakin tinggi tingkat kemaksiatan suatu negeri maka semakin besar pula musibahnya,bukankah terjadinya banjir besar pada zaman Nabi Nuh as disebabkan karena kemaksiatan dalam kesyirikan manusia ?”,jawab Kyai Rahmat.”Kalau menurut saya,karena di negara kita ini banyak dukun atau paranormal,maka apa salahnya kalau kita mencoba memanfaatkan kemampuan atau kekuatan mereka untuk mengatasi banjir”,ungkap Pak Kirno.”Meminta bantuan dukun atau paranormal berarti menghadapi kemaksiatan dengan kemaksiatan,artinya perbuatan maksiat yang ingin kita bersihkan dengan memakai dukun atau paranormal sama halnya menjerumuskan bangsa ini kepada kesyirikan,padahal syirik itu adalah dosa besar”,sanggah Kyai Rahmat,”Kalau begitu,tidak ada dong solusinya”,sambung Bang Two.”ya sepertinya begitulah masalah banjir adalah masalah yang tidak akan berarkhir kecuali kembali kepada hati masing-masing,jadi kepada saudara pemirsa,banjir yang melanda negeri ini adalah peringatan dari Allah kepada kita semua sebelum mendatangkan azabnya yang amat dahsyat,Oleh karena itu, sebelum azabbesar itu datang marilah kita menyikapi peringatan Allah ini dengan introspeksi dan memperbaiki diri”,tutup Pak Rahmat.
“Terima kasih,ya Nak atas bantuan kalian membersihkan rumah ini,mudah-mudahan ini yang terakhir kalinya kami membersihkan rumah dari lumpur banjir”,ungkapku pada siswa-siswaku seusai membersihkan.Dan setahun kemudian banjir menerjang lagi kampungku,namun tidak berani lagi mengganggu rumahku.Apa solusinya ?.Kubangun lagi rumah di tempat yang bebas banjir.
Artikel Terkait
Hanya satu komentar pada "Cerpen BANJIR MENYAPAKU"
Anda harus login untuk berkomentar. Login Sekarang
Penulis Lainnya

RINALDI PUTRA
Penulis ini masih malu-malu menuliskan sedikit tentang Biografinya- Wajah Baru Pengurus OSIS MTsN Kuranji Kota Padang 02 February 2015 - 09:30
Komentar Terbaru
- Etos Kerja Guru PNS yang Buruk 10 Tahun yang lalu
- Cetak Kartu Digital NUPTK/PegID 9 Tahun yang lalu
- Bangga memiliki email user@madrasah.id 8 Tahun yang lalu
- Syarat Mengikuti Verval Inpassing 8 Tahun yang lalu
- KITAB SIAP PADAMU NEGERI v1.0 9 Tahun yang lalu
Kategori
- Lain-Lain (984)
- Pendidikan (446)
- Informasi Umum (360)
- Opini & Ide (218)
- Tips & Trik (192)
- Teknologi (94)
- Internet & Media Sosial (83)
Kaitan Populer
Dudung Kusnandar
|mari kita bersahabat dengan banjir…. kalo banjir sahabat kita… maka kita bisa.. suruh pergi…. tapi kalo dak pergi juga maka kita harus pergi ketempat yang tidak banjir…… jadi cari permukaan bumi yang sedikit banjirnya… yang sedikit maksiatnya kalo bisa … yang tak ada maksiatnya.