Artikel Kategori // Opini & Ide
“Cegah Pesta Kelulusan UN”
Oleh: Amri Ikhsan
Kelulusan UN akan diumumkan. Bisa diprediksi, siswa yang ‘mengikuti’ UN dipastikan lulus dan sekolah dengan bangga ‘memproklamirkan’ kelulusan 100%, karena memang sekolahlah yang menentukan kelulusan UN. Dan biasanya pengumuman ini diikuti oleh sebuah pesta kelulusan: coret menyoret, konvoi, berakrobat di jalan raya, ‘berteriak histeris’, prosesi menggunting rok, dll.
Seperti biasa, stakeholder pendidikan sudah ‘menghimbau’ siswa untuk tidak coret mencoret, konvoi, dll. Dan diyakini, salah satu usaha yang paling lemah untuk mencegah sesuatu adalah ‘cuma’ menghimbau tanpa ada usaha komprehensif dan terukur. Himbauan ini sama sekali tidak dihiraukan oleh sebagian siswa. Pesta coret menyoret, konvoi dijalan raya dan kegiatan ‘heboh’ lainya tetap saja terjadi.
Oleh karena itu, selain himbauan, sekolah/madrasah, Dinas Pendidikan dan Kementerian Agama mestinya mencari strategi khusus supaya ‘perayaan’ kelulusan tidak se-vulgar tahun sebelumnya sehingga ‘pesta kegembiraan’ siswa bisa dikendalikan secara positif.
Pertama, umumkan kelulusan dengan sistem ‘dicicil’. Misalnya, 20% sekolah/madrasah disetiap kecamatan diumumkan jam 7 pagi, 20% yang lain jam 11, dsb. Dengan kombinasi sekolah/madrasah yang berpotensi coret-mencoret, konvoi dengan sekolah/madrasah yang ‘baik-baik’.Kalau pengumuman kelulusan SMA/MA/SMK tahun sebelumnya dilakukan secara serentak menjelang magrib, waktu dimana kita sedang istirahat dirumah, seolah olah memberi ‘panggung’ untuk berpesta.
Kedua, lebih elegan, cicilannya per hari: 20% sekolah/madrasah disetiap kecamatan pada hari senin, 20% yang lain pada hari selasa, dsb. Ini memungkinkan karena POS UN mengisyaratkan pengumuman kelulusan bisa dilaksanakan setelah sekolah menerima nilai UN. Tujuannya semata mata untuk ‘menyelamatkan’ anak bangsa.
Ketiga, pengumuman bisa juga dilakukan melalui website atau sms. Ini juga disaran dilakukan secara bertahap atau dicicil bisa perjam atau perhari. Tujuannya agar tidak terjadi konsentrasi siswa dalam satu waktu yang akan membuat mereka lebih ‘berani’.
Keempat, kalau memang ‘nafsu’ siswa untuk coret menyoret tidak terbendung, sekolah bisa menyiapkan ‘kain putih’ dan cat semprot dihalaman sekolah atau musalla sekolah dan ‘biarkan’ siswa menumpahkan ‘kompetensi’ mereka di kain putih itu sebagai kenang kenangan jangan lupa mengiringi prosesi ini dengan alunan ayat suci Al-Qur’an atau lagu Islam. Setelah siswa ‘berkeringat’ baru pengumuman kelulusan dilakukan secara dicicil.
Kelima, konvoi siswa bisa diganti dengan ‘kompetensi seni’,’pesta’ bersama dihalaman sekolah. Baru pengumuman dilakukan secara cicilan.
Untuk jangka menengah, sekolah/madrasah mestinya dijadikan sekolah sebagai tempat pendidikan emosi, yaitu kemampuan mengendalikan hati dan tidak berlebihan bersenang-senang dalam mengekspresikan sesuatu dan melatih agar siswa trampil mengelola emosi. Tugas guru harus bekerja ekstra diluar kewajiban yang selama ini telah mereka tunaikan, serta diperlukan peran serta masyarakat.
Dalam konteks ini, Dinas Pendidikan harus meminta sekolah/madrasah untuk menyiapkan siswa kemampuan memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. (Goleman)
Karena itu, kemampuan ini hendaknya diprioritaskan dalam dunia pendidikan kita, sehingga lulusan sekolah yang dihasilkan, tidak hanya memahami dan mengerti tentang pengetahuan kognitif dan akademik, tetapi juga kecerdasan emosional, sehingga mampu mengenal emosi diri, mengelola emosi diri, mampu memotivasi diri, mengenal emosi orang lain, dan mampu menjalin hubungan dengan orang lain. (Goleman)
Dan akhirnya memunculkan profil siswa yang berkarakter yang memiliki pengetahuan tentang moral, perasaan dan perilaku moral. Dan siswa diarahkan untuk mengetahui kebaikan, mencintai atau menginginkan kebaikan dan melakukan kebaikan. Thomas Lickona (1991)
Oleh karena itu, untuk mengukur apakah seorang siswa menjadi ‘orang baik’, jangan diukur dengan nilai UN, tetapi dilihat bagaimana mereka berinteraksi dengan orang orang disekitar siswa, misalnya dengan sopir, pengguna jalan, satpam, pembantu rumah tangga, anak buah, keluarga, maupun teman. Proses ini akan terpantul citra kepribadian siswa, terutama di saat-saat seseorang terkondisikan untuk marah atau gembira. Siswa yang tidak memiliki kompetensi ini cenderung menyakiti dan menyalahkan pihak lain, tidak peduli dengan orang lain.
Waktunya sekolah/madrasah kembali ke nilai nilai pendidikan yang dicetuskan oleh UNESCO: (1) belajar untuk mengetahui; (2) belajar untuk berbuat, mengerjakan, menerapkan, menyelesaikan persoalan, melakukan eksperimen, penyelidikan, penemuan, pengamatan, simulasi, dll; (3) belajar untuk hidup bersama; (4) belajar untuk menjadi dirinya sendiri.
Kita juga harus belajar bahwa kalau ada yang salah dengan siswa, pasti ada kesalahan dalam proses pembelajaran yang dilakukan guru: (1) mengambil jalan pintas dalam pembelajaran; (2) menunggu peserta didik berperilaku negatif; (3) menggunakan destructive discipline;. (4) mengabaikan perbedaan peserta didik; (5) merasa paling pandai; (6) diskriminatif; (7) memaksa hak peserta didik. (Mulyasa, 2011)
Begitu juga, jika seorang siswa ‘belum’ menjadi orang baik pasca kelulusan, pastinya ada kekeliruan ‘kecil’ selama proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru: (1) ketika mengajar, guru tidak berusaha mencari informasi, apakah materi yang diajarkannya sudah dipahami oleh siswa atau belum; (2) dalam proses belajar mengajar guru tidak berusaha mengajak berpikir kepada siswa; (3) guru tidak berusaha mencari umpan balik mengapa siswa tidak mau mendengarkan penjelasannya; (4) Guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan menguasai pelajaran dibandingkan dengan siswa. (Sanjaya, 2005)
Tugas pengawaslah untuk mengecek apakah ada guru melakukan kesalahan atau kekeliruan dalam proses pembelajaran diatas, ditunggu!
*) Guru MAN Muara Bulian, Kab. Batanghari, Prov. Jambi
Artikel Terkait
Anda harus login untuk berkomentar. Login Sekarang
Penulis Lainnya

Ariyo Galih
Saya adalah seorang "Time Traveller" yang datang dari tahun 2200, ini merupakan tugas pertama saya sebagai ...- Ada aplikasi mobile SIAP PTK baru Ver.2.0 23 September 2014 - 03:47
- Pemasangan Portal Kemanan? Sah? atau Meresahkan? 03 April 2014 - 04:16
- Nostalgia dengan Goggle V 05 February 2014 - 09:12
Komentar Terbaru
- Etos Kerja Guru PNS yang Buruk 10 Tahun yang lalu
- Cetak Kartu Digital NUPTK/PegID 9 Tahun yang lalu
- Bangga memiliki email user@madrasah.id 8 Tahun yang lalu
- Syarat Mengikuti Verval Inpassing 8 Tahun yang lalu
- KITAB SIAP PADAMU NEGERI v1.0 9 Tahun yang lalu
Kategori
- Lain-Lain (984)
- Pendidikan (446)
- Informasi Umum (360)
- Opini & Ide (218)
- Tips & Trik (192)
- Teknologi (94)
- Internet & Media Sosial (83)
Kaitan Populer