Artikel Kategori // Pendidikan
Guru yang hebat bukanlah guru yang lihai menciptakan kelas tenang dan sunyi senyap. Justru sebaliknya, situasi ‘gaduh’ merupakan cermin kelas yang hidup. Kelas yang hidup ialah kelas yang di dalamnya terjadi situasi kondusif, peserta didik aktif, senang bertanya dan berani (pun tidak malu) pula memberikan jawab atas pertanyaan-pertanyaan. Inilah sesungguhnya yang diimpikan oleh setiap guru.
Bukan rahasia lagi bahwa ketika mengajar guru seringkali dihadapkan dengan situasi memusingkan: kelas sunyi senyap. Saat diterangkan, peserta didik mendengarkan dengan tekun dan tepekur sehingga tidak jarang mereka mengantuk. Usai menerangkan, guru memberikan umpan balik: “sudahkah kalian paham?” Serempak peserta didik menjawab: sudah. Namun apabila guru memberikan pertanyaan terkait materi, tak satupun dari mereka yang mewakili menjawab. Ketika dipersilakan untuk bertanya, alih-alih menanggapi, reaksi yang dijumpai tetap sunyi.
Situasi demikian tentu tidak ideal. Lantas bagaimana menumbuhkan peserta didik supaya lebih aktif, sedikit demi sedikit mau bertanya, menanggapi ataupun menjawab? Meskipun belum bisa menjadikan seluruh peserta didik menjadi aktif, namun pengalaman berikut ini bisa dijadikan inspirasi.
Bermain Kuis dan Tanggapan
Di awal pembelajaran, peserta didik diberi motivasi bahwa orang yang bertanya tidaklah identik dengan orang bodoh. Malah sebaliknya, mereka yang bertanya adalah orang yang pandai, karena hakikatnya orang yang bertanya berarti telah menggunakan otaknya. Ia memeras otaknya untuk berpikir tentang sesuatu sehingga mampu mengeluarkan sebuah pertanyaan.
Langkah berikutnya, dengan memberi rangsangan bahwa bagi siapa yang dapat menjawab pertanyaan, maka akan mendapatkan nilai. Jawaban benar maupun tidak benar, tetaplah dihargai dengan nilai. Jika benar mendapatkan nilai 3 (tiga), dan untuk jawaban yang kurang tepat dihadiahi angka 2 (dua). Jangan pula dikesampingkan: meskipun jawaban tidak/kurang tepat, hendaknya tetap dihargai, misalnya, dengan poin 1 (satu). Saya menyebut cara ini dengan istilah kuis.
Penghargaan berupa nilai juga berlaku untuk peserta didik yang mau (berani) melontarkan pertanyaan, apalagi, memberikan tanggapan. Khusus bagi yang memberikan tanggapan, maka dihargai dengan nilai lebih, seumpama, 4 (empat). Mengapa diberikan nilai lebih? Karena di dalam tanggapan terdapat proses pemikiran yang lebih kompleks, yakni mengasosiasi sebuah pemahaman. Di dalam mengasosiasi itu mereka bisa sampai pada suatu kesimpulan. Dari kesimpulan inilah pada akhirnya merangsang mereka untuk membenturkannya dengan pra-pengetahuan (pra-anggapan) yang telah mereka kuasai sebelumnya. Dengan membenturkan antara kesimpulan dengan pra-pengetahuan, maka memunculkan persetujuan ataupun ketidaksetujuan, sehingga peserta didik mampu mendebat. Dengan demikian, memberikan tanggapan memerlukan energi yang lebih untuk berpikir daripada sekedar menjawab maupun bertanya.
Membentangkan Proses Nilai
Bagian penting lain yang tidak boleh dilupakan ialah membentangkan proses penilaian dengan menggunakan bantuan media proyektor, misalnya. Sebaiknya, guru selalu menunjukkan bagaimana cara mengolah nilai harian, penugasan, ulangan tengah semester (UTS), ulangan akhir semester (UAS), sampai menjadi nilai raport. Secara sederhana, proses penilaian bisa diolah dengan menggunakan program pengolah angka, seperti Ms. Excel. Langkah ini dapat dilakukan secara berkala, entah dua minggu sekali, atau jika perlu pada setiap pertemuan. Dengan mengetahui obyektifitas proses penilaian, peserta didik mengerti di mana posisi dirinya. Mereka memahami nilainya berapa dan seharusnya bagaimana.
Nilai ini perlu diolah dengan norma tersendiri. Terhadap proses penilaian tersebut, lantas di mana posisi nilai kuis/tanggapan? Supaya peserta didik lebih terpacu, nilai kuis bisa langsung ditambahkan setelah keseluruhan nilai dari penugasan, ulangan harian, UTS dan UAS diketahui. Lebih konkretnya, misalnya, setelah olahan dari nilai-nilai penugasan, ulangan harian, UTS dan UAS seorang peserta didik 85, sedangkan ia mempunyai (olahan) akumulasi nilai kuis/tanggapan 7, maka nilai 85 ditambah dengan nilai 7 menjadi nilai 92. Angka inilah yang merupakan nilai akhir (raport)nya.
Proses penilaian tersebut akan semakin baik apabila setiap kali pembelajaran proyektor selalu tersedia menyala di depan peserta didik. Mereka bisa menyaksikan bentangan bagaimana detik-demi-detik perubahan nilai sendiri. Semakin seorang peserta didik menjawab, bertanya, maupun menanggapi, entah benar ataukah tidak, ia melihat secara langsung guru memencet tombol laptop dan nilainya pun bertambah. Bagi mereka, mengetahui perubahan nilainya sendiri secara sekonyong-konyong sungguh mengasikkan. Tidak perlu lagi guru memberikan pemaksaan-pemaksaan demi memacu peserta didik meraih nilai baik, karena dengan sendirinya mereka akan berpikir secara sadar untuk meraihnya.
*) Ahmad Zaidun, praktisi pendidikan di MTs Sunan Prawoto Sukolilo Pati
Artikel Terkait
Anda harus login untuk berkomentar. Login Sekarang
Penulis Lainnya
- Jadwal Seminar Gratis Cipto Junaedy 17 February 2016 - 06:33
- All New Nissan X-Trail Mobil SUV Terbaik 17 February 2016 - 03:52
- Jasa SEO Indonesia Murah Terbaik 17 February 2016 - 03:13
Komentar Terbaru
- Etos Kerja Guru PNS yang Buruk 10 Tahun yang lalu
- Cetak Kartu Digital NUPTK/PegID 9 Tahun yang lalu
- Bangga memiliki email user@madrasah.id 8 Tahun yang lalu
- Syarat Mengikuti Verval Inpassing 8 Tahun yang lalu
- KITAB SIAP PADAMU NEGERI v1.0 9 Tahun yang lalu
Kategori
- Lain-Lain (984)
- Pendidikan (446)
- Informasi Umum (360)
- Opini & Ide (218)
- Tips & Trik (192)
- Teknologi (94)
- Internet & Media Sosial (83)
Kaitan Populer