Tutorial DasarSIAP Wacana

Artikel Kategori // Pendidikan

Beranda / Pendidikan / Relevansi SKS di SLTP-SLTA
Relevansi SKS di SLTP-SLTA
0 Komentar | Dibaca 1195 kali

Oleh: Ahmad Zaidun

 Jika Anda seorang guru, tentu pernah mengalami dilema ini: Anda diberi amanat oleh orang tua peserta didik untuk mengantarkan putranya menjadi pandai, berperilaku baik dan terampil. Di sisi lain, Anda menemukan pula kenyataan: ada di antara anak didik Anda yang mempunyai kemampuan berbeda dengan peserta didik lainnya. Bisa jadi, maaf, agak di bawah standar. Anak didik seperti ini mempunyai kemampuan intelektualitas lebih rendah daripada lainnya. Bahkan tidak jarang di bawah rata-rata. Lebih miris lagi, jumlah peserta didik yang termasuk dalam kategori ini tidak hanya satu, mungkin lima belas, atau malah lebih!

Gambaran seperti di atas lazim terjadi di mana-mana, terutama di sekolah-sekolah atau madrasah-madrasah periferal.

Hukum alam telah menggariskan bahwa manusia tidaklah seragam. Baik bentuk fisik, intelektualitas, perasaan, kondisi sosial, ekonomi dan seterusnya, semua tidak sama. Ada peserta didik yang mempunyai kemampuan intelektualitas lebih daripada lainnya. Atau, sebagian yang lain berkemampuan di bawah yang lain. Kesemuanya merupakan keadaan yang harus diterima dan dihadapi oleh pendidik. Hanya satu yang pasti: mereka (atau orang tuanya) berkeinginan menjadi pandai, terdidik, berkelakuan baik dan terampil.

Seorang guru pasti memahami bahwa ada sebagian siswa yang tidak mengalami kesulitan berarti, ketika pembelajaran “hanya” menggunakan metode tradisional, seperti ceramah. Di sisi lain, tidak sedikit peserta didik yang tak kunjung menguasai materi pelajaran, padahal sang guru telah menjelaskan berkali-kali, dengan menggunakan metode-metode yang dikuasainya, serta sekuat kemampuannya. Namun, apabila diberikan evaluasi (ulangan) tetap saja hasilnya belum memenuhi standar yang diharapkan.

Dilematis. Jikalau mengikuti irama mereka yang berkemampuan baik, peserta didik yang tersebut terakhir ini pastilah ketinggalan. Sementara, andai menurutkan yang berkemampuan lemah, kasihan pada mereka yang telah lari jauh di depan karena tidak kunjung menikmati materi berikutnya.

Membuka Kelas Unggulan

Paradigma pembelajaran tingkat menengah kita ini terlanjur menggunakan sistem klasikal. Entah disadari atau tidak, model ini mengandaikan semua siswa dalam satu angkatan, satu kelas, mempunyai kemampuan sama, naik kelas bersama, dan lulus bersama pula. Kurang begitu diperhatikan apakah memang setara adanya kemampuan mereka ataukah tidak.

Di situlah letak kelemahan sistem konvensional. Ia tidak mengakomodir siswa yang berkemampuan lebih untuk menyelesaikan studinya lebih cepat. Semua harus solider agar selesai bersama-sama. Iklim yang demikian telah mengakar kuat seolah sebuah aksioma.

Dalam menyikapi fenomena ketimpangan kemampuan siswa tersebut, sementara sekolah atau madrasah tertentu membuka kelas (program) unggulan. Kelas ini mewadahi peserta didik yang berkemampuan lebih baik. Kelas seperti tersebut biasa diwakili dengan istilah akselerasi.

Banyak informasi dan kajian yang mengatakan bahwa hasil dari program akselerasi cukup bagus. Sayangnya, program demikian masih terbatas pada sekolah-sekolah ber-stereotype favorit. Sementara sekolah-sekolah “yang tidak favorit”, dengan alasannya masing-masing, enggan menerapkan program tersebut.

Sekolah-sekolah periferal harus puas mengelola peserta didik sesuai dengan kemampuan sumber dayanya yang terbatas. Seakan program akselerasi adalah barang mewah yang mahal dan sulit. Jadilah akhinya cara mengelola pendidikan mengikuti pola seadanya.

 SKS di Sekolah Menengah dan SLTP

Mengaca pada kelas akselerasi tersebut, sesungguhnya sekolah menengah dan SLTP manapun di Indonesia bisa mengikuti jejak. Bukan dengan membuka kelas akselerasi, namun dengan menerapkan Sistem Kredit Semester (SKS).

SKS sesungguhnya bukan barang baru di Indonesia. Setiap perguruan tinggi pastilah menerapkan sistem ini. Jika dibandingkan dengan sistem kelas, SKS menawarkan beberapa kelebihan.

Pertama, mewadahi peserta didik yang berkemampuan lebih. Mereka akan dapat menyelesaikan studinya lebih awal.

Kedua, lebih mendekati keadilan, dengan asumsi bahwa kecepatan menempuh studi merupakan satu penghargaan atas jerih payah mereka yang bersungguh-sungguh. Dengan kalimat lain, siapa yang bersungguh-sungguh berusaha maka akan menuai buahnya.

Ketiga, menumbuhkan iklim kompetisi yang sehat di antara peserta didik. Mereka akan saling berlomba untuk menunjukkan prestasi, karena dengan prestasi itulah mereka akan semakin cepat menyelesaikan studi.

Keempat, menghilangkan istilah negatif “tidak naik kelas”. Peserta didik yang berkemampuan lambat tidak kehilangan harga dirinya karena tidak naik kelas. Mereka hanya membutuhkan waktu lebih lama menempuh pendidikan.

Dan kelima, lebih memudahkan institusi pendidikan dalam menyikapi serta menangani peserta didik yang beragam kemampuan dan kepribadiannya. Institusi akan terbantu untuk menekan peserta didik agar serius belajar. Menekan di sini bukanlah dalam konotasi keras-kasar, tetapi lembut namun tegas.

Bisa jadi, sudah ada di antara sekolah yang menggunakan SKS dalam menata sistem pembelajarannya. Hanya saja masih sangat jarang. Itupun terbatas pada sekolah ber-stereotype favorit, dan bukannya di sembarang satuan pendidikan.

Penerapan SKS di SLTP-SLTA sebenarnya cukup terbuka, dan secara teknis, opsional. Secara regulatif, Pemerintah pun telah mewadahinya dengan payung hukum. Simak saja Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pada pasal 11 ayat (1) disebutkan: beban belajar untuk SMP/MTs/SMPLB, atau bentuk lain yang sederajat dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester (SKS). Ayat (2) Beban belajar untuk SMA/MA/SMLB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat pada jalur pendidikan formal kategori standar dapat dinyatakan dalam satuan kredit semester. Bahkan untuk sekolah menengah yang berkategori mandiri, dengan tegas tertulis dinyatakan dalam satuan kredit semester.

Atas beberapa pertimbangan seperti tersebut di atas, rasanya, penerapan SKS pada sekolah menengah dan SLTP saat ini cukup relevan, urgen dan rasional.

 *) Ahmad Zaidun, praktisi pendidikan di MTs Sunan Prawoto Sukolilo Pati.

Harap tunggu, laporan sedang dalam proses submit....
Tags :  

Anda harus login untuk berkomentar. Login Sekarang

Penulis Lainnya

reza

Penulis ini masih malu-malu menuliskan sedikit tentang Biografinya
Daftar Artikel Terkait :  8
Layanan ini diselenggarakan oleh PT. TELKOM INDONESIA untuk dunia pendidikan di Indonesia.
Mari kita majukan bangsa Indonesia, melalui pemanfaatan Teknologi Informasi yang tepat guna
pada dunia pendidikan Indonesia.
Sistem Informasi Aplikasi Pendidikan
versi 2.0